Selasa, 03 Februari 2009

Lamban, Penanganan Korban Banjir

Kamis, 31 Januari 2002
Jakarta, Kompas

Penanganan aparat pemerintah terhadap korban banjir yang terjadi di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi terkesan lamban dan tidak profesional. Akibatnya, banyak penduduk yang terisolasi di atap-atap rumah dan bantuan makanan untuk para pengungsi kurang memadai.

Menurut pemantauan Kompas, di sekitar Manggarai, Cipinang dan Rawa Buaya, Jakarta, maupun Ciledug Indah, Tangerang, dan Kalibaru, Bekasi Barat, ratusan penduduk, di antaranya anak-anak, masih tertahan di atap rumah maupun lantai rumah bagian atas. Untuk terjun ke tengah banjir itu sangat tidak mungkin karena genangan air mencapai sekitar dua meter. Belum tampak bantuan dari aparat pemerintah untuk menyelamatkan dan mengungsikan mereka ke tempat yang lebih aman.

"Sudah delapan jam menunggu di sini, namun tidak ada bantuan perahu karet," kata Ny Musminah (45) yang tertahan di lantai atas sebuah rumah kayu di Cipinang Besar Utara, Jakarta Timur.

Beberapa penduduk mengungsi ketika permukaan air belum tinggi. Penduduk lainnya mengungsi dengan bantuan tetangga menggunakan ban-ban karet ukuran cukup besar. Namun, hal itu sulit dilakukan ibu-ibu berusia lanjut maupun anak-anak.

Tidak ada aparat pemerintah daerah yang terjun langsung menyelamatkan pengungsi yang tertahan di atap-atap rumah. "Kalau mengejar pedagang kaki lima, Banpol PP (Bantuan Polisi Pamong Praja-Red) yang berseragam biru-biru itu paling bersemangat. Tetapi, saat warga terkena musibah, jangankan menolong, kelihatan pun tidak," kata seorang warga di Kampung Melayu.

Sementara itu, penduduk di pengungsian di sekitar Rawa Buaya (Jakarta Barat), Manggarai, Cipinang, Mampang Prapatan, Jatinegara, dan daerah-daerah lainnya mengaku belum mendapatkan bantuan makanan dari aparat pemerintah daerah. Kalaupun ada donatur, mereka hanya memberikan pakaian bekas dan beras.

"Kami mengucapkan terima kasih dikasih beras, tetapi saat ini tidak bisa dimanfaatkan. Mau masaknya pakai apa? Kompor dan alat-alat masak semuanya terendam banjir," kata Ny Nengsih (45), penduduk RW 08, Rawa Buaya.

Menurut Sekretaris Pusdalgangsos DKI Jakarta, jumlah pengungsi di Jakarta tercatat 55.000 orang, yang tersebar di lima wilayah Jakarta. Sedangkan di Tangerang, berdasarkan data Pemkot Tangerang, tercatat sekitar 35.000 orang yang kemudian mengungsi ke masjid, sekolah, bantaran rel kereta api, maupun tempat lainnya yang dianggap aman.

Hotel penuh

Banjir yang melanda Bekasi juga semakin meluas dan permukaan air semakin tinggi. Akibatnya, ribuan warga diungsikan, sedangkan warga di beberapa perumahan elite terpaksa mengungsi ke hotel atau rumah kerabat sehingga banyak warga tidak masuk kerja.

Di kelurahan Kalibaru, Bekasi Barat, misalnya, ketinggian air kemarin mencapai dua meter sehingga 300 kepala keluarga (KK) terpaksa diungsikan ke gedung-gedung SMU Patriot. Sementara di Perum Harapan Baru Regensi, ketinggian air mencapai satu meter sehingga 500 KK diungsikan. Di Perum Harapan Mulya, 750 rumah terendam air, sedangkan di Perum Harapan Indah sebanyak 1.700 rumah dengan ketinggian air mencapai satu meter. Di Perumahan Harapan Baru I, ketinggian air yang mencapai 70 sentimeter membuat 2.000 rumah terendam air.

Menurut salah seorang karyawan swasta warga Perumahan Bumi Satria Kencana (BSK) Bekasi Selatan, air menggenangi ratusan rumah mulai Selasa pagi. Selasa malam, air menyurut, namun kembali naik hingga setinggi leher. Akibatnya, selama dua hari (Selasa dan Rabu), dia terpaksa tidak masuk kerja.

"Semua barang elektronik dan perabotan hancur, tidak ada yang bisa diselamatkan. Malah, ensiklopedi saya juga ikut terendam air. Saya hanya sempat mengambil beberapa pakaian dan surat-surat penting. Mobil saja sampai terendam sehingga saya tidak masuk kantor," ujarnya, Rabu (30/1), saat hendak mengungsi.

Menurut M Tamrin, petugas Bendung Bekasi, debit air Rabu kemarin yang mencapai 500 meter kubik/detik adalah yang terbesar selama musim hujan ini. Sebelumnya, debit air pernah mencapai 250 meter kubik/detik sesuai ambang batas di Bendung Bekasi, sedangkan dalam kondisi normal debit air hanya 100 meter kubik/detik. "Akibatnya, tiga pintu bendung dibuka dari atas dan bawah supaya air menyebar ke kali. Namun, hal itu membuat air cepat masuk ke kali yang menuju ke arah perumahan di Jalan Kartini dan Kayuringin," ujarnya.

Ditambahkan, debit air yang masuk dari Tarum Barat Purwakarta hanya 13 meter kubik/ detik, namun debit air dari arah Bogor yang masuk ke Sungai Cikeas dan Cileungsi hampir mencapai 500 meter kubik/detik sehingga Bekasi terendam air.

Namun, beberapa pengelola hotel berbintang di Bekasi seperti Hotel Horison, Hotel Sahid Lippo Cikarang, dan Hotel Ibis justru mengaku ketambahan rezeki lantaran banyak warga berada yang terpaksa mengungsi ke hotelnya. Menurut staf penjualan Hotel Horison, Dewi, sebanyak 191 kamar hotel telah terisi. Seorang warga Perumahan Taman Kartini terpaksa menggigit jari saat hendak mengungsi ke Hotel Horison karena kamar hotel telah penuh. Hotel Sahid Lippo Cikarang dengan kamar sebanyak 112 buah juga telah penuh terisi.

Sementara itu, untuk membantu penanggulangan banjir di DKI Jakarta, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP), Rabu (30/1), menyerahkan bantuan kepada Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) PBP DKI Jakarta. Bantuan tersebut berupa lima unit perahu karet, lima unit mesin motor, 16 unit handy talky (HT), dan 100 pasang sepatu boot serta 100 ton beras diterima Gubernur DKI Jakarta.

Bantuan dari Bakornas PBP diserahkan pelaksana tugas Wakil Sekretaris Bakornas PBP Burhanudin kepada Sutiyoso selaku Ketua Satkorlak PBP tingkat I Provinsi DKI Jakarta. Menurut Kepala Biro Humas dan Protokol Pemda DKI Jakarta Muhayat, serah terima bantuan tersebut dilakukan di ruang rapat pimpinan di Balaikota DKI Jakarta saat berlangsung rapat musyawarah pimpinan daerah (Muspida) hari Rabu itu. (thy/m08/mul/p03)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar